Selasa, 07 April 2009

Studi Kasus : Todays Dialogue, Khilafah Vs Demokrasi

Analisis Wacana
Studi Kasus : Todays Dialogue, Khilafah Vs Demokrasi
(http://www.metrotvnews.com/todaysdialogue/topics.php?id=1943&idp=34)

A. Sebelum Membaca Lebih Lanjut
Sebelum membaca lebih lanjut, ada beberapa hal yang ingin diungkapkan oleh penulis. Pertama, tidak ada keberpihakan penulis kepada salah satu kubu yang ‘berseteru’ dalam objek kajian ini. Yang kedua, diskusi yang dilakukan dalam tulisan ini tidak akan menyentuh ‘isi’ akan tetapi memfokuskan pada teknik teknik linguistik, yang didukung oleh teknik teknik lain seperti gesture, proporsi dll, yang digunakan oleh para objek kajian. Ketiga, mempertimbangkan kemampuan sang penulis, tulisan ini SANGAT mungkin salah dan butuh banyak saran, kritik dan komentar baik yang mendukung maupun yang mencela, dipersilahkan

Ada respon yang diberikan pada salah satu cara Metro TV, Today’s Dialogue, yang isinya adalah kritik pada salah satu episode yang berjudul Konsep Khilafah Vs Demokrasi. Kritik tersebut singkatnya menyatakan bahwa perdebatan dalam acara tersebut berlangsung sangat tidak berimbang, salah satu objek kajian, menurut si pengirim surat, dikeroyok oleh dua nara sumber, termasuk juga oleh pembawa acara dengan argument-argumen tertentu. Namun argumentasi yang disajikan disini, berfokus pada kajian bahasa, yang didukung oleh factor factor lain.

B. Today’s Dialogue
Menurut definisi yang dibuat oleh Metro TV sendiri, (http://www.metrotvnews.com/todaysdialogue/aboutus.php), Metro TV menghadirkan narasumber yang berlawanan, dan sangat independen. Jika dilihat dari nama organisasi yang diusung oleh para narasumber, definisi itu tidak salah. Ini karena para objek kajian, yaitu: Novianto Kahar (Dosen Univ Parmadina), Abdul Mosqith Gazali (Jaringan Islam Liberal), Ismail Yusmanto (Hisbut Tahrir) secara kasat mata memang berasal dari organisasi yang huruf huruf penyusunya berbeda. Ini tidak terbantahkan lagi. Yang perlu dipertanyakan, adalah definsi dari ‘sangat independen’. Independen sendiri merupakan kata serapan dari bahasa inggris yang secara singkat bisa diartikan bebas atau merdeka. Menurut kamus elektronik endic.naver.com, independent (adj) memiliki makna yang salah satunya sebagai berikut,” If one thing or person is independent of another, they are separate and not connected, so the first one is not affected or influenced by the second. ”, dan definisi lain “An independent inquiry or opinion is one that involves people who are not connected with a particular situation, and should therefore be fair”. Disinilah yang masih bisa dipertanyakan, meskipun mengusung nama yang berbeda, apakah tindak-tanduk mereka dalam perdebatan tersebut independen atau tidak, ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut.

C. Letak Ketidakadilan

Proporsi kesempatan berbicara, secara kuantitatif, yang diberikan pada tiap pembicara memang mungkin dikatakan proporsional. Mutia Hafidz yang berperan sebagai MC disini berusaha sebaik mungkin untuk membagi giliran kepada tiap pembicara agar proporsi bicara mereka paling tidak hampir sama. Namun apa yang terjadi pada acara tersebut, Ismail Yusmanto yang mewakili Hizbut Tahrir seperti dikeroyok oleh dua pembicara dan Mutia Hafidz juga.
Yang jelas jelas menjadi oposisi IY, adalah AMG. Keduanya berasal dari kubu yang memang kontras. IY berasal dari Hisbut Tahrir, yang mengusung pemikiran Khilafah, dan AMG berasal dari Jaringan Islam Liberal yang mengusung Demokrasi. Kedua hal ini direpresentasikan dalam judul acara tersebut, yaitu Khilafah Vs Demokrasi. Yang diharapkan menjadi kubu penetral adalah NK, akademisi asal Universitas Paramadina. Namun apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. NK malah cenderung berpihak kepada kubu AMG, dengan menyudutkan IY, dengan cara cara tertentu, begitu juga dengan Mutia Hafidz

Tepat, atau paling tidak dipertimbangkan (MH)
“Penjelasan konsep khilafah yg dijelaskan oleh pak ismail, apakah anda merasa bahwa ini adalah konsep yang tepat untuk kita gunakan di tanah air saat ini (AMG mulai berbicara, namun segera ditambahkan oleh MH) atau paling tidak untuk dipertimbangkan lebih jauh?”

Pada video rekaman, kita lihat MH memotong tuturan AMG. Tapi sebenranya, pemotongan ini MH justru memperkuat argument AMG, dengan berusaha membentuk persepsi penonton dengan mengatakan “paling tidak”. Kata “paling tidak” memberikan satu presuposisi pada penonton, dalam konteks ini, bahwa reference yang dituju (konsep khilafah), sebenarnya tidak tepat. Disadari atau tidak, surface structure dari kalimat tersebut berbentuk pertanyaan, tapi deep structurenya sudah berubah menjadi pernyataan dan mengarahkan persepsi penonton bahwa reference yang dituju sebenarnya tidak cocok, dan hanya layak untuk dipertimbangkan, dan tidak untuk diadopsi. Ingat, dalam dialog seperti ini, pemegang kuasa bukan lagi narasumber. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah sang MC, apapun jabatan atau title si narasumber. Dia bisa memotong, menyimpulkan, dan mengatur jalanya acara tersebut. Oleh karena itu, yang sebenarnya paling berpengaruh dalam acara seperti ini adalah si MC. Ini didukung pula dengan gesture MH, yang tertawa pada saat mengatakan ‘paling tidak untuk dipertimbangkan lebih jauh?”. Seolah olah konsep ini hanya patut jadi bahan tertawaan

AMG
…konsep ini saya kira lemah pada dua level, (MH memotong : dimana?), yang pertama dasar teologisnya cukup rapuh (MH: dasar?) teologisnya.

Kembali MH memotong dengan gaya dan tujuan yang sama. Pertama, ia ingin menegaskan sekali lagi pada penonton, bahwa konsep khilafah memiliki beberapa kelemahan, dengan menanyakan “dimana?” kelemahan tersebut, dan ini diulangi kembali pada pertanyaan “dasar teologisnya?”. MH ingin mengelaborasi lebih lanjut kelemahan tersebut untuk diekspos. Pada gaps gaps tuturan AMG, MH mengisinya dengan filler positif yang mendukung pendapat AMG, seperti “em”,” ya”, berkali-kali.

AMG
“Ketika Muafiyah bin abi sofyan menjadi gubernur damaskus, dan dia tidak mengakui kekhilafan daripada ali bin abi tholib dia menegatakan “ali bin abi tholib, anda jangan salah sangka, islam sekarang bukan hanya ada di mekah dan madinah tapi islam sekarang sudah mulai melebar”. Nah, sekarang islam bukan hanya berada di kawasan timur tengah tapi juga di Indonesia, Malaysia, dll. (MH memotong lagi: artinya?), itu menunjukan bahwa pada zaman yang klasik itu tidak mudah untuk menyatukan apalagi sekarang(MH memotong lagi: saat ini) islam sudah begitu besar…”

Nah, MH kembali menggunakan maneuver turn-taking, sama persis dengan gaya yang mengarahkan penonton untuk memberikan perhatian pada tuturan AMG, yang kemudian MH sendiri kemudian menyimpulkan
MH
“jadi selain sepertinya sulit untuk tercapai, pak ismail, ini poin dari pak maksud juga, lemah dari dasar teologisnya. Pendapat anda?”

Disini kita bisa memfokuskan pada gesture MH. “jadi selain sepertinya sulit untuk tercapai, pak ismail, ini poin dari pak maksud juga, lemah dari dasar teologisnya.”, yang ketika tuturan tersebut diekspresikan, ia menunduk dan melihat teks yang ada diatas meja, tidak memberikan perhatian pada reference yang dituju. Dengan demikian, ia ingin mengungkapakan bahwa IY bukanlah seseorang yang perlu dianggap penting. MH menggeser posisi Addresse, yang biasanya terletak di depan, atau di belakang, menjadi di tengah. MH juga tertawa ketika menanyakan “Pendapat anda?” seolah olah respon IY nantinya hanya patut menjadi bahan tertawaan.

IY: kalau sulit memang iya. Kita mengakui bahwa itu tidak mudah (MH: tertawa), siapa bilang bahwa perjuangan begitu besarnya itu mudah. Memang itu sudah naturalnya, semakin tinggi cita cita itu, semakin sulit dan semakin sulit dibayangkan termasuk, …(MH memotong: Tapi cita citanya realistis tidak? Kan walaupun cita-citanya tinggi) saya pikir …(MH memotong lagi: kita harus realistis). Saya pikir itu sangat relistis. …. Bagaimana mas muklis mengatakan bahwa tidak ada dasar teologis untuk penerapan syariat islam? Ada jelas ….. bahkan jelas… (MH: itu dasar2 anda untuk memperjuangkan konsep khilafah kembali?). Bukan, itu adalah dasar2 teks yg sangat jelas dalam al quran untuk penerapan syariat islam. Kemudian (MH: dalam bernegara? Apakah spesifik dikatakan dalam bernegara, dalam artian rumusan undang undang Negara juga harus berdasarkan syariah?). ketika syariah itu diterapkan, syariah itu mengikat dalam kehidupan pribadi, keluaraga, bermasyarakat, dan bernegara. Islam punya Negara itu tidak lain adalah bagaimana membuat masyarakat itu menjadi baik. Dan bagaimana masyarakat itu menjadi baik itu tidak lain dengan system yang baik itulah syariat islam….(MH memotong lagi: Itu fungsi Negara menurut HT?). Ya! Itulah syariat islam. Keadilan kesejahteraan itu hanya bisa dijamin melalui sebuah system yang baik. Itulah system syariat islam (system yang baik harga mati ada pada syariah? begitu). Iya, jelas! Kita (MH memotong lagi: komentar anda) sebenarnya saya belum selesai (MH: bung Novrianto?) OK. Saya potong sebentar untuk mengomentari itu?

Disini kita kembali diperlihatkan, betapa besar kuasa MH sebagai MC. Berkali kali ia memotong, bahkan mengentikan tuturan dari IY. Faktor non linguistic juga berpengaruh disini. Secara teks, memang ketika MH tertawa tak ada referen tertentu yang diacu. Namun reference dari gesture MH ini, adalah kalimat sebelumnya dari IY yang menyatakan bahwa memperjuangkan system khilafah itu tidak mudah. Disini IY mengimplikasikan bahwa sebagian yang dikatakan AMG sebelumnya itu memang benar. Sebagian, artinya tidak semua. Namun dengan gesture MH ini, persepsi yang ingin terbentuk adalah IY juga setuju dengan semua yang dikatakan AMG, bahwa IY adalah orang yang tidak konsisten, atau sebenarnya tidak mempunyai fondasi kuat atas kepercayaanya.

IY sadar akan hal ini, dan segera mengemukakan alasan sekaligus berusaha mengklarifikasi dengan tujuan menghindari pembentukan persepsi yang dikehendaki MC. Kita lihat disini terjadi pertarungan wacana antara IY dan MH. MH juga berkali kali mengungkapkan keragu-raguanya pada pendapat IY, yang sebenarnya yang walaupun surface structurenya berbentuk pertanyaan, tapi sebenarnya menegasikan klarifikasi IY, dimana

“Memang itu sudah naturalnya, semakin tinggi cita cita itu, semakin sulit dan semakin sulit dibayangkan termasuk, …(MH memotong: Tapi cita citanya realistis tidak? Kan walaupun cita-citanya tinggi) saya pikir …(MH memotong lagi: kita harus realistis).”

Coba anda simak tuturan pertarungan wacana antara IY dan MH berikut

“Bagaimana mas muklis mengatakan bahwa tidak ada dasar teologis untuk penerapan syariat islam? Ada jelas ….. bahkan jelas… (MH: itu dasar2 anda untuk memperjuangkan konsep khilafah kembali?). Bukan, itu adalah dasar2 teks yg sangat jelas dalam al quran untuk penerapan syariat islam. Kemudian (MH: dalam bernegara? Apakah spesifik dikatakan dalam bernegara, dalam artian rumusan undang undang Negara juga harus berdasarkan syariah?).”

IY berusaha untuk menegasi pernyataan AMG, namun ini diantisipasi oleh MH dengan tujuan mempertahankan persepsi bahwa penerapan system khilafah tidak memiliki dasar hokum yang jelas. MH pun mencecar IY dengan meminta IY menunjukan rumusan spesifik dalam Al Quran, yang menunjukan hal hal yang spesifik tentang konsep khilafah. Dan ini memang agak sulit dijawab, karena Al Quran maupun hadits memang tidak menjelaskan tentang hal hal spesifik seperti tenses dalam bahasa inggris, gerund, tingkat tutur dalam bahasa jawa, hanya menjelaskan hal hal yang general. Misal, pada pemberian tanda sudah maksud waktu solat. Tidak disebutkan apakah Azan harus pakai TOA, berapa watt kekuatanya, apa mereknya dll.

Pada kalimat, “Keadilan kesejahteraan itu hanya bisa dijamin melalui sebuah system yang baik. Itulah system syariat islam (system yang baik harga mati ada pada syariah? begitu)” coba anda perhatikan lema “harga mati”. Ketika berbelanja apakah, secara literal, mati berarti tidak bernyawa. Namun sebenarnya makna yang bisa kita tangkap adalah sesuatu yang tidak dapat berubah, saklek, konservatif. Fitur fitur semantic inilah yang berusaha dihadirkan oleh pilihan kata MH. Stereotip para kaum konservatif memang tidak terlalu baik dimana mereka agak sulit untuk menerima perubahan. Inilah yang berusaha dihadirkan oleh MH dengan pilihan kata “harga mati” tersebut.

Mimpi-Mimpi Kosong (NK)
“kalau kita membaca kitab kitab (nama kitab), yang mereka adopsi, mu’tabar bagi mereka, sebetulnya tidak ada yang istimewa dari kitab-kitab itu, hanya berupa retorika-retorika kosong, yang sebetulnya kalau dibaca oleh orang yang belajar ilmu politik modern, ini hanya mimpi orang orang yang (terpotong), hidup di zaman pertengahan… Kalau anda bertany pada orang yang belajar ilmu politik modern, itu semua seperti mimpi mimpi kosong


Program ini berdiri sejak Metro TV on air tahun 2000. Sebelumnya dikemas dengan menggunakan instrumen musik piano sebagai interval per segmen. Namun seiring perkembangan hard talkshow maka komplemen musik sebagai bagian show dihilangkan.

Program talkshow yang mengangkat topik aktual, kontroversi dan memiliki magnitude yang sangat kuat. Talkshow ini sebelumnya dipandu Najwa Shihab, Meutya Hafid dan kini oleh Kania Sutisnawinata dengan menghadirkan 4 narasumber yang berlawanan sikap, baik itu dari pemerintah, parlemen, ormas, LSM, tokoh masyarakat, serta tokoh daerah. Dengan kualifikasi utama mereka yang menjadi news maker atas sebuah issue yang sedang ramai dibicarakan di publik. Sesekali menghadirkan 2 Panelis, jika dianggap 3 atau 4 narsum kurang memadai untuk obyektivitas sebuah issue atau memeriahkan show itu sendiri.

Program talkshow ini benar-benar menjaga independensi dan bebas dari segala bentuk blocking time. Sejauh ini, Todays Dialogue menjadi garda terdepan program talkshow di Metro TV dengan perolehan rating dan share yang cukup mengemberikan (everage rate 1 dan share 4,5). Program ini satu dari 11 program andalan di Metro TV.

Tayang :
Selasa, pukul 22.05-22.30 WIB (Taping)
Program Rerun: Rabu pukul 13.30-14.30 WIB

I.
Novianto Kahar (Dosen Univ Parmadina)
Mutia Hafidz (MC)
Abdul Mosqith Gazali (Jaringan Islam Liberal)
Ismail Yusmanto (Hisbut Tahrir)

Tidak ada komentar: