Sabtu, 12 Juli 2008

Penerjemahan: Bebas Nilaikah?

Ideologi Penerjemahan
Pada Novel Les MIserable Karya Victor Hugo Oleh Su Manshu

Pendahuluan

Les Miserable adalah salah satu novel berbahasa Prancis karya Victor Hugo yang cukup populer. Novel ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dan yang terbanyak adalah bahasa inggris. Di Cina, novel ini diterjemahkan oleh Su Manshu, seorang wanita Cina yang dilahirkan di Jepang.

Dalam penerjemahan, wajar saja jika terjadi pergeseran, baik dalam tataran semantik, atau sintaksis. Ini karena struktur bahasa target, belum tentu sama persis dengan bahasa sasaran. Namun dalam penerjemahan novel ini ke bahasa cina,yang terjadi bukan hanya pergeseran dibidang kebahasaan saja.

Strategi yang digunakan Manshu adalah penerjemahan bebas atau unfaithful. Dalam penerjemahan ini pergeseran bisa terjadi 100%. Kelebihan menggunakan strategi ini adalah, penerjemah mampu mengubah, tak hanya bahasa, namun juga esensi dari teks awal sehingga hasil penerjemahan bisa berbeda 180 derajat dibanding teks sumber. Sekedar catatan saja, Manshu juga hidup di era dinasti Qing yang feudal serta masyarakat Cina yang menganut paham budaya dan politik Konfusianisme. Selain itu pengaruh ideologi Manshu yang menganut agama Budha memberikan warna tersendiri pada novel terjemahan Les Miserable dalam bahasa cina.

Pengaruh Ideologis

Hitam dan Putih Bishop Uriel

Salah satu tokoh dalam novel Les Miserables ini, yaitu Bishop Uriel, digambarkan Hugo sebagai karakter yang bijaksana dan baik hati.

That which enlightened this man was his heart. His wisdom was made of the light which comes from there.1
...
He inclined towards all that groans and all that expiates. The universe appeared to him like an immense malady; everywhere he felt fever, everything he heard the sound of suffering, and, without seeking to solve the enigma, he strove to dress the wound. The terrible spectacle of created things developed tenderness in him; he was occupied only in finding for himself, and in inspiring others with the best way to compassionate and relieve. That which exists was for this good and rare priest a permanent subject of sadness which sought consolation.2
There are men who toil at extracting gold; he toiled at the extraction of pity. Universal misery was his mine. The sadness which reigned everywhere was but an excuse for unfailing kindness. Love each other; he declared this to be complete, desired nothing further, and that was the whole of his doctrine.3

Namun dalam terjemahanya, Manshu menggambarkan Bishop Uriel secara berbeda. Salah satunya adalah kalimat ini "贪和尚慷慨留客 苦华贱委婉陈情"”. Dalam bahasa Indonesia, ini bisa diterjemahkan kira kira begini “ Biksu yang serakah itu menawarkan untuk singgah ditempatnya”

Masih tentang Bishop Uriel. Salah satu chapter dalam novel ini berjudul Tranquilty, yang artinya dalam bahasa indonesia kira kira adalah ketenangan. Namun dalam terjemahan salah satu paragraf pada novel tersebut, perspektif berbeda Manshu sangat terlihat. Kalimat itu kira kira menggambarkan tentang Bishop Uriel yang sangat tenang dalam menghadapi satu situasi.

.....说罢,歇了半刻,华贱忽然现出一种希奇的样子,两只手捏了拳头,睁了一双凶狠狠的眼睛,对主教道:"哎呀!现在你留我住下,还离你这样近吗?"刚说到这里,就停住了,忽然又哈哈一笑。
主教看见这样情形,心里倒有些惊慌。(PEI:142)

Namun ia menambah satu kalimat yang merupakan poerspektifnya sendiri. Kalimat tersebut digarisbawahi pada kutipan diatas. Kira kira terjemahanya dalam bahasa indonesia begini. “Pendeta itu merasa sedikit panik”. Hal ini tentu saja tak sesuai dengan judul chapter-nya, dan membuat image negatif pada Bishop Uriel.

Manshu adalah seorang Budha yang cukup taat. Bahkan ia adalah seorang Biksu. Sedangkan novel tersebut kental dengan nuansa Kristen. Budha dan Kristen adalah dua agama yang berbeda, dimana secara fundamental doktrin keduanyapun berbeda. Pemutarbalikan deskripsi tentang Bishop Uriel dan menambah nambahi terjemahan dengan komentarnya sendiri adalah salah satu usahanya untuk memberikan sentimen agama.

Penciptaan Salah Satu Karakter baru- Ming Nande

Selain hal diatas, Manshu juga menampilkan karakter baru yang tidak ada di dalam novel aslinya, yaitu Ming Nande. Ming disini mulai muncul pada buku ke 7. Pada akhirnya, Ming bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri karena tak bisa membunuh Nepoleon. Di sini terlihat harapan Ming yang sebenarnya tidak suka dengan pemerintahan Napoleon. Ia berharap akan terjadinya revolusi pada pemerintahan Napoleon. Alih alih merubah plot secara total (misal membunuh napoleon), ia menampilkan seorang pejuang rakyat. Disini kita bisa melihat ketidaksetujuanya terhadap pemerintahan feudal, yang dalam hal ini prancis dan cina pada saat itu adalah sama. Sama sama feudal. Inipun sejalan dengan ketidaksetujuanya pada sistem pemerintahan feudal, dimana pengabdian pada pemimpin menjadi salah satu doktrin, sejahat apapun pemimpin mereka. Nampaknya ia berusaha menunjukan kesalahan sistem pemerintahan dengan novel terjemahanya.

Ketidaksetujuanya terhadap Konfusianisme tidak sepenuhnya. Ajaran konfusianisme yang sampai sekarang masih sedikit banyak mempengaruhi ideologi cina, membatasi hubungan antara wanita dan pria. Semacam jarak maya diciptakan untuk membatasi hubungan mereka
In this moment Nande knew it was the girl that he was worrying about. Then he affectionately held up her slim waist and kissed her several times (This is a western custom, please don't be surprised!)... (emphasis mine) (PEI 1982:168)9
Kata kata yang digaris kurung menunjukan bahwa berpelukan dan berciuman bukanlah budaya timur atau tidak sejalan dengan konfusianisme.
If one can do his filial duties, he is a good person. It is unnecessary to talk such nonsense as fighting against injustice. (ibid:150)13

Baik dalam konfusianisme atau Budhisme, patuh pada orang tua adalah suatu hal yang wajib hukumnya. Tuturan diatas yang digaris bawahi merupakan tuturan dari ayah Ming Nande. Sekali lagi, dalam menerjemahkan, Manshu tak bisa lepas dari ideologi konfusianismenya

Kesimpulan

Novel Les Miserables terdiri dari 5 volume dan dari 5 volume tersebut ada 9 buku. Diantara 9 buku tersebut, ia tidak menerjemahkan buku yang pertama. Selain mendekonstruksi karakter Bishop Uriel dan penciptaan karakter baru, fakta ini memperjelas sikap Manshu, yang tak bisa lepas dari pengaruh agama budha, kepercayaan konfusianisme, budaya cina, dan pengalamnya yang pernah berada di bawah sistem pemerintahan feudal. Jelas sudah pergeseran yang terjadi dalam penerjemahan les miserables ini tidak hanya dari segi bahasa, namun juga ideologi.


artikel ini diadaptasi oleh Prihantoro, dari artikel Li Li dalam Translation Journal yang berjudul Ideological Manipulation in Translation in a Chinese Context:Su Manshu's Translation of Les Misérables

Tidak ada komentar: